Tuesday, May 30, 2006

Road to Therapy (2)

Selama satu minggu ini gw tenggelam belajar banyak tentang children with special needs. Koleksi buku gw bertambah dan kapasitas harddisk gw berkurang drastis gara2 banyaknya artikel yang gw ambil :-D Tidur jam empat subuh. Hueh..capek..tapi sebanding dengan yang gw dapet.
Dengan bantuan teman2 milis, gw dapet banyak informasi berharga dari websitenya Linda Silverman tentang Visual Spatial Learner. Dapet juga cara komunikasi dua arah dari sitenya James MacDonald..thanks to Hanni.

Gw juga mulai ikut occupational therapy. Ternyata sepanjang OT Ikel ngamuk terus. Dia dikasih yang lengket-lengket, disikatin, disuruh ambil jepitan baju, ditaro diatas bola terus diputer-puter. Sampai gak ada suaranya saking heboh nangisnya.
Tentu saja gw mulai questioning, apa efeknya semua terapi ini terhadap kemampuan bicara Ikel? Kata terapisnya semua ini dibutuhkan supaya Ikel adjust to the real world.
Penasaran gw beli juga buku tentang sensori ini. Lucunya ternyata dari artikel2 di internet, juga dari informasi di milis, sensory disorder ini masih jadi hal yang dubious. Tidak ada jaminan sama sekali bahwa terapi seperti ini bisa membuat anak bicara. Buku tentang sensory therapi juga ditulis seorang occupational therapist.
Menurut informasi Bu Julia dan dari buku, terapi seperti ini biasanya diberikan pada anak-anak autis atau mental retarded karena mereka biasanya susah beradaptasi dengan lingkungan. Ikel sendiri memang menunjukan sensitifitas tinggi terhadap sensor dari luar, kaya gelinya sama yang lengket-lengket, gak tahan pakai baju ketat, gak tahan merek baju, gak tahan suara keras..tapi sebelumnya juga ini nggak terlalu jadi masalah. Dia nggak tahan suara keras ya gw tutup aja telinganya, gw jauhin dari sumber suara. Gak mau pake baju renang yang ketat, gw paksa juga..hihi.

Lucunya, cara terapisnya justru berbeda dengan cara yang gw baca di buku. Terapisnya menganjurkan dia dibawa ke tempat konstruksi, suruh denger suara keras, yang mana menurut gw kok rasanya terlalu kejem. Gw sendiri gak tahan suara tertentu, jadi gw ngerti gimana gak enaknya kuping kalau denger suara begitu. Di buku dan di artikel2 justru disuruh menghindari, dan diberi secara bertahap. Dari suara pelan dulu, volumenya ditambah setiap hari..sampai bisa denger suara keras.
Ikel juga nggak bisa enjoy dengan terapinya, baik terapi bicara maupun terapi okupasi. Sampai sekarang dia masih ngamuk. Padahal menurut gw kunci buat anak bisa belajar adalah menyediakan lingkungan yang bikin dia tertarik. Dibikin nggak ngamuk dulu.
Yang lucu, semua daftar kerjaan dari psikiater yang harus gw kerjain, ada di buku itu. Semuanya. Malah di buku jauh lebih lengkap. Gw bayar psikiaternya sekitar 600rb rupiah, dan harga buku itu cuma 125rb rupiah! Bete juga sih. Tapi yo wis..namanya juga usaha :-D Semua yang dilakuin OT juga ada disitu.

Dari situ gw bikin dugaan dari berbagai fakta:
- bahwa psikiaternya, nggak seperti kasus biasanya, nggak bisa bilang diagnosanya
- bentuk terapi yang dikasih semua adalah bentuk terapi untuk sensory integration disorder
- terapisnya bingung waktu tau Ikel nggak dikasih obat2an atau suplemen apapun (yg biasa diberikan pada anak ADD)
Dugaan gw, psikiaternya beraliran SID dan terapisnya terbiasa menangani kasus autis & ADD..hehe..aliran, kaya apa aja. Tapi maksud gw, SID ini masih jadi bahan perang. Sebagian ada yang mendukung teorinya, sebagian besar lagi malah menentang. SID ini seperti obat herbal, dari sisi medis nggak ada bukti, tapi beberapa orang bilang it worked. Lucunya kesaksian2 it worked itu ada yang datang dari mereka yang melakukan terapi sampai 5 tahun. Terapisnya juga bilang..let's see after 6 months. 6 months?? Maksud gw, kalau setelah 6 bulan ada perubahan, misalnya dalam kemampuan bicara, siapa yang bisa jamin itu karena terapi sikat2an dan bukan karena hal lain?

Gw bukannya antipati sama terapi macam ini, tapi gw mesti lihat dari kebutuhan Ikel sekarang. Ikel memang jijik ama yang lengket2, toh gw bisa ajarin sedikit-sedikit di rumah. Terapi macam ini biasanya diberikan pada yang kemampuan motoriknya lemah..tapi Ikel bisa megang pinsil, bisa gambar dan nulis.
Sama kasusnya dengan terapi bicaranya. Gw liat makin kesini yang diajarin adalah niup-niup, senam mulut. Padahal yang gw tahu gerakan seperti itu buat meluweskan rahang biar dia bisa bicara. Dan biasanya diberikan pada anak yang bicaranya terbatas sekali, kesulitan dalam artikulasi. Buat Ikel, itu kaya loncat mundur jauh, karena Ikel sudah bisa bicara dengan artikulasi bagus. Bisa nyanyi lancar. Yang Ikel perlu mungkin sebenarnya terapi komunikasi, bukan terapi bicara.
Gw spent sekitar 500rb rupiah seminggu buat terapi, tanpa asuransi, dan tentu gw expect something more worthed. Bukan sesuatu yang rasanya tanpa akhir dan tanpa jaminan, malah membuat gw ragu. Daripada gw keluarin duit segitu buat yang gw nggak yakin, mendingan gw pakai buat Ikel kursus musik. Ikel suka sekali musik dan gambar, rasanya gw perlu menyalurkan minat & bakatnya kesitu.
Gw liat psikiater & terapisnya juga mengenyampingkan fakta kemampuan Ikel lain yang diatas rata-rata. Memorinya yang ajaib, kemampuannya bernyanyi yang sekarang sudah lebih dari 50 lagu, kemampuan baca tulisnya, kemampuan gambarnya. Padahal menurut gw faktor itu perlu dipertimbangkan juga untuk membuat diagnosa. Gw nggak ngerti aja, kenapa diagnosa & treatmentnya bentuk SID? Kenapa bukan central auditory processing disorder misalnya yang rasanya lebih masuk akal..atau dysphasia perkembangan? Yang dua belakang itu rasanya lebih menyentuh aspek telat bicaranya daripada over-sensitivitynya. Menurut Bu Julia di milis, kasus perkembangan dysphasia masih jadi penelitian neurolog jadi belum ada standar terapinya. VSL & CAPD juga masih belum banyak yang tahu. Wajar kalau anak dengan kasus sperti Ikel bisa kena diagnosa macem-macem. Hal yang sama gw baca di buku Misdiagnosis and Dual Diagnoses of Gifted Children and Adults : ADHD, Bipolar, OCD, Asperger's, Depression, and Other Disorders(PAP).

Mungkin gw tetep butuh bantuan speech therapist, tapi rasanya gw perlu cari dulu speech therapist yang lebih fleksibel dan lebih ramah sama anak kecil. Nyari sekolah aja gw perfeksionis, apalagi nyari speech therapist.
Gw juga tetep perlu mengunjungi psikolog atau neurolog anak.
Sekarang ini sementara gw decide buat melakukan sendiri dulu di rumah, dibantu suami plus asisten gw. Gw terapkan sistem komunikasi dua arah dari James MacDonald. Gw tetep ngejalanin apa yang dilakukan OT, sikat2, kasih yang lengket2, pijet..dengan panduan buku yang gw beli. Walaupun belon ada bukti medis, tapi gw tetep coba..toh nyoba sendiri di rumah gw nggak perlu keluar duit :-D
Semua barang di rumah gw tempelin label biar Ikel tau nama-namanya. Gw juga koreksi cara gw ngomong jadi lebih lambat dan lebih singkat. Kata MacDonald, kita yang harus menyesuaikan dengan kemampuan anak. Yang penting dia bisa komunikasi dulu, nggak perlu pakai kalimat lengkap. Di saat yang sama tambah terus kosa katanya.
Alhamdulillah, dengan metode seperti itu kemampuan Ikel berkomunikasi meningkat juga. Emang gw sering lupa, dasarnya cerewet kali..nyerocos aja..lupa lempar bola ke Ikel.
Gw juga mengikuti saran dari milis buat terus menggunakan lagu dalam proses komunikasinya karena Ikel suka sekali musik. Memang selama ini gw rasa itu cara yang efektif sekali. Untung gw suka nyanyi..Lucunya, gw suka tiba2 ngarang lagu sendiri..udah gitu gw lupa! Ikel malah masih inget. Parah nih.

Tantangan paling besar emang to grab his attention. Kalau dia pay attention hasilnya cepet banget. Kadang2 gw bingung juga, soalnya Ikel itu orangnya lempeng banget kaya bapaknya. Kadang kaya yang nggak perhatian, tapi sebenernya merhatiin. Kaya kemarin gw panggil2 dia..

Gw:[nunjukin gambar pensil warna] "Ikel..Ikel..look! I have pencils..blue, blue, green, yellow, orange, red!"
Ikel: [liat sebentar dengan ekspresi juteknya, terus sibuk lagi sama kerjaan asalnya]
Gw: [pasrah]
Nah..hari ini..Ikel duduk sambil pegang gambar yang sama.
Ikel: "Pencils! Blue, blue, green, yellow, orange, red!"
Gw: [Ehhh..jadi dia merhatiin juga toh kemarin??]

Dia sekarang lagi suka banget ngomong makasih..tapi jadi babasih.
Kemarin waktu gw bikin label buat nempel-nempel barang di rumah, dia seneng banget. Terus teriak "Babasiiih!" sambil ngedeketin tempelan2nya. Terus dieja satu-satu.
Lucunya kalau gw lupa jawab, dia sendiri yang jawab sambil teriak.."Sama sama!!"






<< Home |

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]