Tuesday, August 08, 2006

Belajar Membaca di Usia Dini, Perlukah?

Kebetulan banget, di milis indokl_women lagi pada ngebahas keharusan anak bisa baca sebelum masuk SD. Topik yang udah gw rencanain berhari2 ini jadi nyambung juga.
Skarang ini semakin marak saja berbagai cara membuat anak genius. Metode-metode membuat anak bisa ini dan itu di usia dini juga terus dipasarkan. Dari metode Glenn Doman untuk anak belajar membaca, sampai Shichida Method yang katanya bisa bikin anak punya fotografis memori. Jangan salah, anak-anaknya disuruh belajar dari bayi lho! Iklan Shichida aja bilang bisa mulai dari umur 2 bulan!


Anak-anak mulai umur 2 tahun, disekolahin di preschool yang belajarnya juga serius. Duduk di kursi masing-masing, niru huruf dari latin sampai Mandarin. Pemerintah juga ikut-ikutan. Di KL sini, anak yang mau masuk SD harus udah bisa baca tulis.
Lah..lalu apa fungsinya Sekolah Dasar?
Bukankah TK itu taman kanak-kanak? Taman Bermain? Tempat anak bermain. Fungsinya lebih ke arah perkembangan sosial dan emosional. Kalaupun ada sisi intelejensianya, bukankah lebih baik dilakukan tanpa paksaan? Tapi karena diharuskan, mau nggak mau, orangtua nggak punya pilihan lagi. Anaknya tetep mesti diajar baca sebelum usia Sekolah Dasar. Kalau nggak, cari sekolahnya setengah mati!
Sampai-sampai preschool Montessori pun akhirnya banyak yang terpaksa mengajarkan baca-tulis serius karena tuntutan itu. Memang sistemnya lebih longgar, biasanya hanya ketika usianya 5 tahun keatas, atau murid masih diberi kebebasan untuk beristirahat ketika bosan.

Masalahnya..apa anak-anak perlu belajar membaca di usia dini?
Ternyata dari banyak literatur yang gw baca, justru sebaliknya.
Tidak ada jaminan seseorang yang lebih dahulu bisa membaca akan lebih sukses di masa depan daripada mereka yang terlambat. Banyak tokoh sukses yang justru terlambat membaca. Di buku Right Brained Children in a Left Brained World disebutkan tokoh2 Albert Einstein, George S. Patton, William Butler Yeats adalah mereka yang terlambat membaca. Anak2 di Rusia baru membaca di usia 7 tahun, tapi mereka cerdas2.

Dari satu milis tentang anak gw dapatkan informasi bahwa syaraf mata anak balita belum siap untuk membaca, disebutnya masih kontralateral. Masih terbalik-balik, seperti antara b dan d. Karena itu resiko balita yang diajar membaca untuk terkena kesulitan belajar (baca-tulis) nantinya lebih besar.Informasi yang sama gw dapatkan di buku Jalaludin Rahmat, lupa judulnya, tapi buku itu tentang cara otak belajar. Waktu terbaik untuk belajar membaca sesuai dengan perkembangan otak justru pada usia sekolah dasar.

Belum lagi, mengajarkan membaca juga tentu ada tekniknya. Sebelum mulai mengajari membaca, lebih baik jika kita mengenali dulu bagaimana sebenarnya tipe berpikir anak kita. Banyak anak yang mengalami kesulitan membaca, padahal masalah sebenarnya ada di teknik mengajar.
Jika anak kita visual learner, kemungkinan besar ia akan kesulitan belajar membaca di sekolah umum yang kebanyakan sistem KBM-nya tidak bersahabat dengan anak-anak visual learner. Padahal anak-anak visual learner adalah pembelajar cepat dan rata-rata memiliki ingatan yang kuat. Untuk mengajarinya membaca, justru kita harus memanfaatkan kekuatan visualnya. Pergunakan gambar-gambar dan logo. Ajak mereka untuk memvisualisasikan apa yang dibaca. Rata-rata anak visual learner dapat membaca sendiri tanpa diajari hanya dengan melihat. Secara otomatis mereka menghafal dan mempelajari pola. Metode Glenn Doman yang heboh itu dan diikuti banyak orang, menurut gw cocok untuk anak-anak visual learner, bukan auditory.
Jika anak kita auditory-learner, yang kini adalah mayoritas di dunia, sistem fonetik
seperti yang umum diajarkan di sekolah dapat diterapkan. Sistem ini mengajarkan mengenal huruf lewat cara mengucapkannya, a=eh, b=beh, dsb.
Teorinya memang untuk cara pikir otak yang berbeda seharusnya digunakan teknik belajar yang berbeda pula, tetapi di dunia nyata hampir semua sekolah sekarang mengajarkan baca dengan sistem fonetik.

Menurut gw pribadi, yang penting untuk anak usia dini bukanlah mengajar membacanya, tetapi mengajarkan budaya membaca. Belum tentu anak yang bisa membaca lebih dahulu akan suka membaca.
Gw sendiri early reader. gw bisa membaca sebelum masuk TK, di usia 4 tahun bacaan gw sudah surat kabar. Tapi gw tidak akan suka membaca kalau saja di rumah gw tidak disediakan banyak buku. Komik wayang, HC Andersen sampai Kho Ping Hoo, jadi bacaan gw waktu SD.
Anak gw pun termasuk early reader. Dia hafal alfabet umur 1 tahun dan sekarang sudah baca kata-kata yang sering dia lihat. Tapi gw tidak pernah dengan sengaja mengajari dia membaca. Yang terjadi adalah, sebagai seorang visual learner, dia belajar sendiri. Alfabet dia bisa karena main laptop2an, dan membaca karena sering diliatin gambar lengkap sama tulisannya di bawah. Jadinya dia tahu kata apple itu dibaca apple. Tapi ya terbatas banget, sehafalnya dia aja. Jadi sebenarnya dia belum bisa baca, cuma sekadar hafal.
Kenapa nggak sekalian aja terus diajarin? Stimulasi sih terus diberikan, karena dia juga late talker. Tapi prinsip gw adalah..tidak memaksa. Kalau dia yang mulai, dia yang suka..ya dibiarin, karena itu kan perkembangan dia. Tapi kalau dia lagi males ya wis..toh masih banyak permainan yang bisa dilakukan.

Gw sih sekarang belum terlalu bingung..hehe..soalnya Ikel baru 3 tahun. Masih jauh ke usia SD. Tapi nanti umur 5 tahun, sekolahnya juga bakal beralih ke kurikulum nasional buat ngejar bisa baca. Dan cara belajarnya juga pakai sistem fonetik. Baru
saat itu gw mesti bertindak :-D
Sebenernya sih dari sekarang gw udah mikir2..mesti gimana ntar. Kayanya sih gw prefer cari sekolah alternatif yang lebih fokus ke perkembangan individu. Lagipula Ikel visual learner sejati yang memang butuh pendekatan berbeda dalam belajar.

Buat temen2 yang mesti ngajarin anaknya belajar baca karena tuntutan sekolah..selamat berjuang, tapi jangan lupa ya..respect ur child. Jangan lupa bagi2 pengalamannya buat kita2 nanti.






<< Home |

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]